Senin, 11 Februari 2013

GENIUS

1.       Di dalam Qur-an Rosm Utsmany penulisan lafadz رحمة huruf ta’nya ada yang ditulis dengan ta’ majruroh dan ada yang ta’ marbuthoh padahal artinya sama, apa alasannya? (Marhalah I’dadiyah)
Jawaban :
-          Tauqify (sudah ketentuan dari Allah Swt. yang disampaikan melalui Nabi Saw.)
-          Kemu’jizatan Qur-an dari segi tulisan.
Penalaran :
Al Qur-an merupakan kitab yang terjaga dari pemalsuan berkat puji dan kebaikan Allah Swt., betapapun upaya untuk melakukan hal itu datang silih berganti. Al Qur-an merupakan kitab mukjizat yang di dalamnya terpadu segala keindahan, ketelitian dan keseimbangan bahasa yang selaras dengan kedalaman dan kekayaan makna serta kebenarannya. Tidak terbatas pada hal-hal itu saja, bahkan dalam penulisannya pun al Qur-an senantiasa terjaga dari noda penyelewengan.
Penulisan Al Qur’an bersifat tauqify, yaitu ditulis dibawah pengawasan Nabi Saw. secara langsung atas perintah/petunjuk dari Alloh Swt. Sudah menjadi ketetapan sejarah; pada zaman Nabi Saw. setiap turun sesuatu dari Qur-an beliau menyuruh menulisnya dan menyuruh letakkan dalam surat ini pada urutan ini[1]. Jadi tegasnya arti tauqify yaitu terbatas menurut apa yang diterima dari Rosululloh Saw. Tidak satu tanganpun dari manusia yang ikut campur menentukan bentuk tulisan tersebut. (Mushaf Murottal, hal. 373)[2].
Oleh karena sifat tauqifiyah inilah kita tidak bisa menemukan alasan-alasan bentuk tulisan, akan tetapi kita hanya bisa mencari dan mempelajari hikmah dan rahasia dibalik penulisan tersebut. Sebab di balik keterbatasan (tauqifiyah) itu, ternyata penulisan ini mengandung hikmah dan rahasia-rahasia yang akal tidak bisa (sulit) menjangkaunya, adalah suatu rahasia yang Alloh khususkan hanya pada Kitab mulia ini. Jadi mukjizat Al Qur-an juga terdapat pada susunan perkataannya dan bentuk huruf-huruf ejaannya. Kalau bentuk tulisannya dirubah, maka menjadi hilanglah mu’jizatnya (olehnya melemahkan musuh). Akan lebih mudah musuh menyadur dan merusak kitab pedoman ummat islam[3].
Di antara hikmah dan rahasia penulisan yang diterangkan oleh para ‘ulama adalah dalam penulisan ta’ majruroh yang seharusnya menurut penulisan Arab biasa (الإملاء العادي) ditulis dengan ta’ marbuthoh, hal ini ternyata untuk menunjukkan bahasa yang fasih menurut bahasa Thoyyi’[4].
2.       Kenapa di dalam Qur’an yang sama-sama RU banyak perbedaan dalam masalah waqof dan washol-nya? (Jalaluddin)
Jawaban :
-          Pada umumnya waqof dan washol dalam Al Qur-an merupakan masalah ijtihadi karena tidak ada ketetapan baku dari Nabi, begitu juga peletakan tanda-tanda waqofnya, asalkan tidak merubah makna dan menimbulkan salah pengertian maka diperbolehkan waqof atau washol di manapun. Dan yang lebih tepat bagi kita adalah mengikuti RU yang sudah di-tashih oleh ulama-ulama yang ahli dibidangnya.
Penalaran :
Yang dimaksud dengan RU seperti dijelaskan dalam buku Persiapan Membaca Al Qur-an adalah bentuk-bentuk tulisan yang orisinil menurut aslinya tulisan al Qur-an ketika diturunkan yang disepakati total oleh para Sahabat ketika mengadakan pembukuan al Qur-an di zaman Kholifah ‘Utsman bin ‘Affan Ra. atas perintahnya. Jadi RU adalah mengenai huruf-hurufnya saja yang polos dan harus baku tidak boleh dirubah dan dikembangkan[5].
Adapun tanda-tanda waqof dan penempatannya pada dasarnya hanya untuk menolong para qori’ yang belum faham ma’na Qur-an yang dibaca. Jadi mengenai tambah kurangnya/sedikit banyaknya tanda yang diterapkan boleh sedikit berbeda asal berpedoman dengan kitab standar seperti kitab Manarul Huda fil Waqfi wal Ibtida’. Karena ini kaitannya dengan tarkibnya kalam[6]. Sebagaimana keterangan di dalam nadzom Jazariyyah :
وليس في القران من وقف وجب  #  ولا حرام غير ما له سبب
Sie. Pendidikan '11Artinya : dan di dalam al Qur-an semua tidak ada waqof yang wajib dan waqof yang haram, begitu pula washol dan ibtida’nya, selama tidak ada sebab. Berarti kalau ada sebab kadang bisa wajib, kadang bisa haram, melihat sebabnya. Kalau tidak mengerti tidak apa-apa, hanya bodoh dan jelek[7].
Oleh karena itu ada beberapa perbedaan tanda ataupun peletakannya antara RU cetakan penerbit yang satu dangan yang lain, hal ini mungkin diantaranya dipicu perbedaan ijtihad dewan pentashih satu penerbit/Negara dengan yang lainnya atau perbedaan kitab refrensi yang digunakan. Sebagaimana keterangan di dalam salah satu mushaf RU bertanda tajwid yang dikutip oleh KH. Maftuh Basthul Birri dalam kitab beliau :
وأخذ بيان وقوفه وعلاماتها مما قررته اللجنة في جلساتها التي عقدتها لتحديد هذه الوقوف على حسب ما اقتضته المعاني التي ظهرت لها مسترشدة في ذلك بأقوال الأئمة من المفسرين وعلماء الوقف والابتداء[8].
“Letak-letak waqof serta tanda-tandanya diambil dari keputusan dewan dalam beberapa sidang yang sengaja digelar untuk menentukan waqof-waqof yang sesuai dengan tuntutan ma’na dengan tetap mengacu pada pendapat para imam ahli tafsir dan ahli waqof ibtida’.”
Maka yang seharusnya kita dilakukan dalam menyikapi hal ini adalah kita tetap harus mempelajari ilmu waqof washol itu. Atau setidaknya bacaan anda dalam waqof, washol dan ibtida’nya hendaknya ditingkatkan dengan guru yang pandai dan telaten merubah dan menepatkan serta memberi pengarahan tentang masalah ini, dan jarang orang yang pandai dan telaten. Tapi kalau mau usaha, anda akan meningkat dan lebih berbobot bacaan anda[9].
3.       Apakah yang harus kita lakukan ketika mendengarkan orang membaca Qur-an tanpa menggunakan tajwid?
Jawaban :
Kita wajib mengingatkan dan atau mencontohkan bacaan yang sebenarnya.
Penalaran :
Menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar di tengah masyarakat abad modern tak ubahnya seperti makan buah simalakama. Dilakukan bisa rebut, ditinggalkan bisa semrawut. Dua pilihan yang sama-sama sulit dan bisa membuat otak kusut. Dalam kitab Nihayah al Qul al Mufid disebutkan ; ada tiga orang yang rentan dilaknat oleh al Qur-an ;
1.       Orang yang bacaannya betul-betul menyimpang jauh dari ketentuan tajwid dan sampai merubah lafadz-lafadznya.
2.       Orang yang bacaannya bisa merusak dan merubah makna.
3.       Orang yang membca al Qur-an namun perbuatan sehari-harinya sangat jauh dari nilai-nilai al Qur-an.
Apabila kita mengetahui orang yang membaca al Qur-an tanpa mengindahkan aturan tajwidnya maka kita wajib untuk mengingatkan dan mencontohkan bacaan yang sebenarnya, seperti yang tertera dalam kitab Ihya’ Ulum a; Din dalam bab Munkarat al Masajid. Namun, permasalahan akan menjadi runyam apabila sudah dikaitkan dengan factor eksternal. Apabila kita mengingatkan dia malah mutung dan tak mau meneruskan bacaannya atau dia malah marah dan menganggap kita sok pintar, misalnya. Dan ni membutuhkan kearifan serta kejelian kita dalam bertindak. Amar ma’ruf nahi munkar memang sangar sulit. Tapi buakn hal mustahil untuk diwujudkan.
Dalam kitab Is’ad al Rofiq syarah Sullam at Taufiq juz I hal. 66 diterangkan syara-syarat wajibnya amar ma’ruf nahi munkar :
1.       Tidak boleh membahayakan dan mengancam diri, harta, kehormatan dan anggota keluarga kita.
2.       Tidak dikhawatirkan akan terjadi/timbul mafsadah (kerusakan) yang lebih besar dari mafsadah kemunkaran yang kita cegah.
3.       Telah disepakati bahwa yang kita cegah itu betul-betul sebuah kemunkaran.
Lantas bagaimana kalau kita mendapati orang seperti di atas?. Kita pilah, jika orang itu masih mungkin untuk belajar memperbaiki bacaannya maka tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar dengan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan. Pertama, kita beri tahu dia bahwa bacaannya kurang benar, kemudian kita praktekkan bacaan yang benar bagaimana, dengan tetap menjaga sensitifitas perasaanya serta norma-norma kesopanan yang ada. Dan jika dia sudah sangat rentan dan tidak mungkin untuk memperbaiki bacaannya, maka kita biarkan saja sambil tetap mencari celah untuk meluruskannya. Toh itu sudah sangat hebat untuk orang seperti dia di era yang kemaksiatan sudah rata di mana-mana. Sekali lagi dibutuhkan ketegasan, keberanian, mental baja, serta kearifan dan kebijaksanaan dalam perintah kebajikan dan berantas kemunkaran di zaman yang banyak hal sudah tidak karuan tanpa aturan[10].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar